Akhir-akhir ini, ada dinamika menarik seputar perkembangan Open Source di Indonesia yang menghadapi berbagai tantangan, terutama dari pihak-pihak yang merasa dirugikan. Salah satu yang mencuat adalah pengaduan International Intellectual Property Alliance (IIPA)—organisasi yang anggotanya termasuk Microsoft—kepada pemerintah Amerika Serikat.
IIPA mengajukan keberatan terhadap kebijakan Indonesia yang dianggap menolak produk proprietary, dan bahkan mengusulkan pencabutan skema subsidi bebas-pajak Generalized System of Preferences (GSP) yang selama ini mempermudah ekspor Indonesia ke Amerika, dengan alasan pemerintah Indonesia lebih memilih open source.
Padahal, tujuan pemerintah menggunakan open source sangat jelas: menghemat anggaran negara yang bersumber dari pajak rakyat. Penerapan open source, baik yang dikembangkan oleh perusahaan lokal maupun internasional, sebenarnya adalah langkah logis untuk memanfaatkan anggaran dengan lebih efisien. Namun, Microsoft menuding bahwa pemerintah Indonesia “pilih kasih” karena memberi dukungan terhadap open source, salah satunya dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menpan yang mendukung penggunaan open source di instansi pemerintah.
Apakah Pemerintah Pilih Kasih?
Jika dilihat lebih luas, pemerintah Indonesia sebenarnya berhak dan berdaulat untuk memutuskan software apa yang akan digunakan di instansi-instansinya. Ini adalah hal yang sangat wajar, terutama jika tujuan akhirnya adalah untuk kebaikan bersama, seperti penghematan anggaran yang seharusnya digunakan untuk membeli lisensi software proprietary.
Pikirkan saja, aplikasi apa yang biasanya digunakan di instansi pemerintah? Kebanyakan hanya digunakan untuk keperluan administrasi, mengetik, dan laporan sederhana. Mengapa harus mengeluarkan dana besar untuk membeli lisensi software proprietary seperti Windows atau Microsoft Office, jika ada alternatif legal dan gratis seperti Linux dan LibreOffice yang bisa menjalankan fungsi yang sama? Bukankah uang rakyat yang dipungut dari pajak lebih baik digunakan untuk sektor-sektor lain yang lebih mendesak?
Lebih penting lagi, SE Menpan yang mendukung open source ini hanya berlaku untuk instansi pemerintah. Tidak ada paksaan bagi pihak swasta untuk mengikuti kebijakan ini. Perusahaan swasta masih bebas memilih software yang ingin digunakan, selama legal. Jika mereka kemudian beralih ke open source, itu bukan karena paksaan, tetapi karena mereka menyadari manfaatnya—baik dari segi biaya maupun performa.
Apakah Dukungan Pemerintah Sudah Maksimal?
Meski ada tudingan bahwa pemerintah mendukung open source, kenyataannya dukungan tersebut belum maksimal. Misalnya, Departemen Pendidikan Nasional (Diknas) masih belum memasukkan open source sebagai bagian dari kurikulum pendidikan. Sejak awal, pelajaran komputer di sekolah-sekolah di Indonesia hampir selalu mengacu pada software proprietary tertentu. Ini membuat siswa terjebak dalam ekosistem software berbayar tanpa pernah diperkenalkan pada pilihan lain.
Akibatnya? Anak-anak Indonesia tidak diajarkan untuk mandiri secara teknologi. Mereka dibiasakan menggunakan software proprietary tanpa diberikan kesempatan untuk mencoba open source. Padahal, tidak semua orang tua mampu membeli software asli untuk kebutuhan belajar anak-anak mereka. Secara tidak langsung, hal ini mendorong praktik pembajakan software, sesuatu yang seharusnya dihindari.
Bukan hanya di sekolah, beberapa universitas negeri terkemuka juga terlihat menjalin kerjasama dengan perusahaan proprietary, yang semakin mempersempit akses terhadap open source. Apakah ini tidak menunjukkan “pilih kasih” yang sebenarnya?
Ketakutan Terhadap Perkembangan Open Source
Apa yang kita lihat saat ini adalah sebuah manuver dari pihak proprietary yang merasa dirugikan oleh perkembangan open source di Indonesia. Mereka khawatir dengan kemajuan open source yang semakin diterima, baik di sektor pemerintah maupun swasta. Tekanan dan penjegalan seperti ini tidak lebih dari upaya untuk memperlambat perkembangan open source yang sedang tumbuh pesat.
Namun, apakah kita perlu gentar? Tentu tidak. Gerakan open source bukanlah sesuatu yang salah. Justru, gerakan ini mendorong kesadaran akan hak cipta dan memberikan kebebasan bagi pengguna untuk memilih software yang sesuai dengan kebutuhan mereka—tanpa paksaan, tanpa keterbatasan.
Perjuangan Belum Berakhir
Untuk teman-teman pendukung dan penggerak open source di Indonesia, ini adalah saat yang tepat untuk terus melangkah maju. Di satu sisi, adanya serangan dan manuver seperti ini adalah tanda positif bahwa open source mulai diperhitungkan sebagai kekuatan yang nyata. Di sisi lain, ini juga peringatan bahwa kita harus tetap waspada dan siap menghadapi tantangan di masa depan.
Perjuangan untuk memasyarakatkan open source di Indonesia masih panjang. Dukungan dan partisipasi dari semua pihak sangat dibutuhkan agar kita bisa terus membangun ekosistem software yang lebih adil, lebih terbuka, dan lebih terjangkau bagi semua kalangan.
Jadi, mari terus dukung open source! Jangan biarkan ketidakadilan dan monopoli membelenggu kebebasan kita untuk memilih software yang tepat. Masa depan teknologi Indonesia harus lebih mandiri, dan open source adalah salah satu jalannya.
19 Komentar
akhirnya dapat pertamax…
oic.open source info at Indonesia
saya suka sekali dengan artikel ini pak ^^
setuju banget. Dunia pendidikan memang sudah ada sejak dini. aku pun menyayangkan hal itu. karena baru mengenal yang namanya linux ketika sudah masuk tingkat SMK. Begitu juga unas kurikulum yang digunakan adalah mengenai software software bawaan windows
emang bener sekolah tuh membekali siswanya, tapi yang disayangkan karena siswanya tidak mampu untuk membeli software software tersebut dan mereka hanya memiliki skill dari software tersebut sehingga mau nggak mau setelah lulus sekolah kebanyakan mereka mendirikan usaha dari software yang diajarkan di sekolah bedanya mereka kebanyakan membajak.
Otomatis dengan membajak mereka akan mendapatkan rejeki yang haram sehingga tidak baik untuk diri sendiri :D.
@ndup
hmmm….caranya ya perlu ngeloby mentri pendidikan nasional. buat ngubah kurikulum mengenai TIK.
kalau saya lihat . dikurikulum pembelajaan KKPI di SMK .. udah ada tuh tentang open source… kita aja yang belum banyak pakai …
@adhicipta, makasih om,
@ndundupan, betul sekali, walau misalnyapun sekolah mampu untuk beli priopertary namun tidak ada jaminan para siswa/orangtua siswa juga mampu untuk membeli tu software, sehingga pada akhirnya tetep aja ujung2nya klo mereka tidak mampu membeli mau ga mau membajak/mencuri. merinding ngebayanginnya, berapa banyak orang yang ane dorong untuk jadi pencuri seandainya ane berada di posisi guru yang memaksa siswa untuk pake produk priopertary.
@bgun & anto, sbenernya sejak kurikulum 2005 setiap sekolah sudah boleh memilih untuk pake priopertary atau pake open source karena didalam kurikulum tersebut sudah tidak disebutkan lagi “wajib” windos, namun pada prakteknya masih sering ditemukan soal2 ujian yg berisikan materi tentang software Proprietary sehingga ujung2nya sama aja dengan “memaksa” siswa untuk belajar software Proprietary tersebut. mungkin harus tunggu pengajar2 kita & orang2 diknas bisa OSS semua dulu kli ya?
Khusus untuk SMK terutama jurusan IT, mereka memang di tuntut untuk mengenal berbagai OS walaupun mungkin porsi untuk OSS masih relatif kecil dibanding porsi untuk Proprietary.
@anto : nggak semua SMK menggunakan open source. sekolahkupun baru tahun ini pake yang open source. ketika kelas 1 dan 2 malah pake Ms. Office
@Haridiena : Ujian Nasional yang aku ikuti barusan untuk teori kerjuruan sebagian besar cara penggunaan software proprietary. malah sempat saat try out ujian kejuruan. disuruh mengurutkan tata cara penginstallan swish. lucunya dalam urutan tersebut ada yang pengecrack an 😀
membuat warnet linux brarti anda sudah menyumbang uang untuk 1 komputernya seharga 1 juta,
dari pada uang kita keluar negeri untuk beli os mahal, devisa kitapun jadi keluar negeri,
memakai opensource brarti anda membantu negara dari krisis ekonomi,
tapi sayang anggota dprnya aja beli laptop mahal buanget, lab komputer di sekolah masih OS mahal, pemerintah mendukung opensource apa nggak ya ??????
salam kenal om .. dunia open source kembali dicekek seperti halnya bandwidth kejadian ini sangat memprihatinkan bagi Indonesia bisa jadi kemunduran dikarenakan $$$$$ … maju terus OPen source
bosssss mohon ijin aq link tulisannya ke blog aq………
lha pertanyaanya, siapa sih yang gak suka kipasan dollar? dan karena kipoasan itu, perselingkuhan penguasa dan pengusaha sudah terjalin dengan erat sejak lama, ya beginilah jadinya, saat penguasa ingin lepas dari perselingkuhan,walau setengah hati, pengusaha akan terus menjegal dengan usahanya
maju terus,,,semakin tertekan semakin melawan….tak ada kata menyerah…bapak bangsa kita telah menanamkan nilai kejuangan…berjuang tanpa henti
go opensource indonesia..!
Kalau Bea Cukai sekarang utk pelayanan sudah 100% Ope Source mas, mereka prefer Open Solaris System. Sementara berdasarkan survei yang Ristek lakukan di 2009, baru 20 persen instansi pemerintah yang sudah migrasi ke Open Source.
Saya ada pengalaman lucu mas, yang membuat saya berkesimpulan, pengenalan Open SOurce itu harus dimulai sejak anak SD. Saya pernah didatangi guru sekolah, orang itu udah tamatan S2 pula, mau mengetik di warnet, dia bingung cari-cari MS Word, saya kemudian menjelaskan saya pake OoO. Saya bukakan aplikasi writer, dia malah minta, harus Word katanya, biasanya dia pakai itu. Ya sudah, akhirnya dia tidak jadi mengetik di warnet saya.
Keesokan harinya guru itu balik lagi ke warnet, dia ngomong hasil ketikannya di rentalan tidak bisa dibuka di rumah dia (formatnya word 2007, punya dia di rumah Word 2000), dan juga format laporan di sekolahan dia ternyata sudah berubah, diharuskan menggunakan format ODT. Dia bingung ODT itu apa. Akhirnya saya kasih penjelasan panjang lebar dan dia mengerti. Sejak saat itu dia kalau ngetik-ngetik sukanya di warnet saya. Ketahuan deh, itu guru gak mengikuti perkembangan open source yang ternyata di sekolah dia sendiri sudah digunakan 🙂 .
Kini aku lagi gerilya tentang open source di sekolahku yang baru saja meluluskan aku.dengan cara membimbing beberapa adik kelas untuk menggunakan open source dalam tugas tugas mereka. Dan alhamdulillah sudah ada 1 kelas yang berhasil. kelas desain grafis. mereka pada ketagihan sama inkscape, dan guru sudah mentolerir boleh ngerjain pake inkscape :D. penting hasil jadinya :D.
Soalnya pendidikan tidak boleh menyebutkan salah satu vendor software. ini terbukti di rapot pelajar. tidak ada yang rapot yang menyebutkan softwarenya. biasanya cuma software pengolah kata, software menyunting audio video :p. kalau ada bukti tertulis yang mewajibkan memakai vendor tertentu laporkan aja ke depkominfo :).
Ikut Dukung Boss, Dari Jauh
(eh ga ding, masih di Jawa koq)
Nah tuh, bener tuh mas bro Kemdiknas melalui menterinya pak M. Nuh, saya lupa tanggal berapa waktu itu malah menandatangani kontrak kerjasama dengan penyedia Software berbayar (sopo maning kalo bukan si MS…). Pokoke genjot terus Open source Indonesia, semoga lancar, amin
2015 dan masi dijajah produk-produk logo jendela sebagai bagian dari kurikulum TIK. Bahkan diklat TIK kantor pun kurikulumnya berlogo jendela.
Beruntung ada 1 komputer di ruangan yg kena virus. Ane install ulang aja pake cinnamon yg msh kinyis-kinyis itu. MSO 2007 ane ganti jadi LO, alhamdulillah yg makenya ga protes malah seneng krn kompinya gak pernah lemot lagi.
Masi ada 6 komputer lagi nih yg mau ane migrasiin ke OS open source pinguin itu. Termasuk kompi yg ane pake komen ini, blm sempet migrasi krn blm ada waktunya. Minimal 1 ruangan dululah migrasinya, trus jd 1 kantor, dan kalo bisa 1 departemen bisa full migrasi ke open source, wong servernya aja open source kok, usernya kok malah ngehambur-hamburin uang beli lisensi produk jendela. 😀