Tablet di Sekolah: Solusi atau Kontroversi?

Tenang, artikel ini bukan buat cuci otak, kok. Ini cuma pendapat pribadi saya. Kalau nggak setuju, santai aja, monggo komentarin! Sumpah, selama ini saya nggak pernah hapus komentar pembaca, kecuali kalau isinya spam atau nggak sopan. Nah, balik lagi ke topik, akhir-akhir ini ramai banget perdebatan soal rencana Anies Baswedan buat ganti buku pelajaran dengan tablet. Reaksi netizen? Mulai dari yang nyinyir soal anggaran sampai tudingan ini proyek “bancakan”. Bahkan, ada yang bilang ini usaha Jokowi “balik modal”. Hmm, coba yuk kita lebih dewasa. Bagaimanapun, Jokowi itu presiden kita. Dan, walaupun saya juga bukan penggemar berat beliau, masa kita terus hidup di zona ilusi?

Kenapa Tablet, Bukan Buku?

Banyak yang khawatir nih, anak-anak malah bakal lebih sering nge-game daripada belajar. Kalau dipikir, kekhawatiran ini ada benarnya, tapi terlalu sempit juga. Kalau kita lihat tablet cuma sebagai alat buat main game, ya jelas kita jadi pesimis. Padahal, tablet bisa dibikin jadi alat belajar seru lho, asalkan fitur-fitur hiburan dan internetnya bisa dikunci. Bahkan bisa di-setting cuma buat baca e-book aja. Jadi, kalau dibilang tablet bisa ganggu fokus belajar, sebenarnya ada banyak cara buat mencegah hal ini.

Kalau dari pengalaman pribadi, tablet itu penting banget buat kerja, baca e-book, atau browsing artikel dan blog. Emang sih, kadang saya juga pake buat main game, tapi ya cuma pas lagi boring atau nggak ada sinyal. Bener, kan? Kita sekarang hidup di era yang udah serba digital. Jadi, kenapa nggak manfaatin teknologi buat pendidikan juga?

“Katanya, Steve Jobs Aja Larang Anak-anaknya Pake Tablet!”

Ya, emang bener, Steve Jobs katanya nggak ngizinin anaknya pake tablet. Tapi coba lihat lagi alasannya. Bukan karena tablet itu merusak, tapi karena dia khawatir anaknya bakal kecanduan atau pake buat hal yang nggak produktif. Kalau tablet itu diisi konten-konten edukatif aja, mungkin si Jobs nggak akan sekeras itu. Jadi, jangan buru-buru simpulin ya. Teknologi itu netral, tinggal gimana kita gunainnya.

Radiasi Tablet, Serius Bahaya Nggak Sih?

Isu lain yang sering muncul adalah radiasi tablet yang katanya nggak bagus buat kesehatan mata anak. Tapi, ayo lihat fakta, teknologi layar udah makin maju. Ada layar tipe e-ink kayak yang dipake Kindle, lebih aman buat mata. Tablet biasa emang bisa bikin mata pegel, tapi dengan penggunaan yang bijak dan istirahat yang cukup, risiko ini bisa diatasi. Jadi, soal radiasi, nggak perlu terlalu parno.

Listrik di Daerah Terpencil, Bisa Nggak ya?

Banyak yang bilang pakai tablet di sekolah Indonesia itu nggak realistis. Bukan tanpa alasan sih, mengingat banyak daerah kita yang masih kesulitan listrik. Tapi ini bukan berarti nggak mungkin. Dengan inovasi, kendala listrik bisa diatasi. Lihat aja, di beberapa daerah terpencil, LSM-LSM udah banyak yang masang panel surya buat listrik masyarakat. Jadi, kenapa nggak dicoba solusi ini buat sekolah-sekolah? Selalu ada jalan selama ada usaha.

Tablet Mahal, Bukannya Buku Lebih Murah?

Ini juga salah satu kritik yang sering muncul. Biaya buat pengadaan tablet katanya bakal gede banget, jauh lebih mahal daripada buku. Tapi, ini asumsi yang nggak sepenuhnya benar. Nyatanya, biaya produksi tablet bisa lebih murah daripada yang kita bayangin. Nih yah, tablet yang dijual di toko itu pada dasarnya biaya produksinya jauh lebih murah dari yang kita bayangkan, apalagi klo diproduksi masal. Dananya bisa ngambil dari anggaran buku pelajaran yang selama ini rutin dikeluarkan pemerintah. Hitungannya, lebih efisien dan awet, kan? Jadi, ini bukan soal pengadaan besar-besaran, tapi lebih ke arah efisiensi anggaran jangka panjang.

Proyek Korup Lagi?

Wajar banget sih kalau kita khawatir soal korupsi. Setiap proyek besar di negeri ini hampir selalu diiringi isu korupsi. Tapi coba pikir lagi, tanpa proyek ini pun korupsi tetap ada di berbagai sektor. Kalau kita terus-terusan khawatir soal ini, kapan kita maju? Yang penting adalah memastikan pengadaan dan distribusinya transparan. Sebagai warga, kita bisa jadi pengawas, setidaknya mendorong sistem yang lebih bersih. Daripada cuma diem dan nggak ngasih solusi, lebih baik coba dukung proyek positif sambil tetap waspada.

Pendanaan Alternatif? Kenapa Tidak?

Kalau memang anggaran negara terbatas, coba aja kolaborasi dengan program CSR perusahaan-perusahaan besar. Banyak kok perusahaan teknologi yang mau support pendidikan. Jadi, nggak perlu anggaran negara terus yang diporsir buat proyek ini.

Kesimpulan: Tablet, Solusi atau Kontroversi?

Akhirnya, keputusan ada di tangan kita semua—mau anggap tablet di sekolah ini sebagai peluang atau ancaman. Tablet bisa jadi alat pendidikan yang ampuh kalau dipakai dengan bijak. Bukan sekadar pengganti buku, tapi juga investasi masa depan generasi muda kita. Jadi, gimana? Apakah kita siap merangkul teknologi buat pendidikan atau tetap terjebak di pola pikir lama?

Kamu mungkin juga menyukai

8 Komentar

    1. Wkwkwk, ya itu tadi, saking esmosi liat orang2 yg blom apa2 udah pada berburuk sangka. Ane juga ga tau apa yg dipikiran pak menteri, cuman setidaknya apa salahnya beliau mencoba, dicoba aja blom dah pada ribut, dah pada negatif thinking, gimana tau tu ide bagus apa ngga kekeke…

  1. Sabar om
    dikit2 kok emosi ntar ane ajak udut bareng nih hahahahaha

    tapi ane setuju juga ci atas apa yang ente tulis demi kemajuan bangsa dan negara…..merdeka !!!!

    1. saya rasa bisa di antisipasi kok, ini hal teknis, tinggal sistem operasinya dibikin batasan-batasan, saya rasa udah banyak lah orang kita yg bisa membuat ini. contoh kindle, sejauh ini cukup aman dan blom ada yg bisa install game disitu (kecuali kindle fire yah) 😉

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *