Teori “Intelligent Design” Tantang Teori Evolusi Darwin

Charles Darwin dan teori evolusinya—kita semua pasti pernah dengar. Selama lebih dari satu abad, konsep Darwin tentang bagaimana makhluk hidup berevolusi telah diajarkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tapi, akhir-akhir ini, mulai ada yang mempertanyakan: apa benar teori Darwin ini adalah satu-satunya jawaban soal asal-usul kehidupan?

Sekarang muncul teori lain yang mulai mendapat perhatian: Intelligent Design, atau dalam bahasa Indonesia, Perancangan Cerdas. Teori ini jadi alternatif yang banyak dilirik, terutama setelah survei BBC lewat acara “Horizon” yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasa teori Darwin bukanlah penjelasan terbaik. Malah, sekitar 40% mendukung Intelligent Design sebagai pandangan yang lebih masuk akal.

Apa Itu Teori Intelligent Design?

Intelligent Design berangkat dari ide bahwa kehidupan dan alam semesta ini menunjukkan keteraturan, kompleksitas, dan fungsi yang begitu presisi, sampai-sampai ada yang merasa nggak mungkin semua ini terjadi begitu saja. Pasti ada “sesuatu” atau “seseorang” yang sengaja merancangnya. Menurut teori ini, keberadaan kita bukan hasil acak atau sekadar proses evolusi, tapi buah dari perancangan cerdas oleh entitas tertentu.

Para pendukungnya percaya bahwa sistem-sistem biologis terlalu kompleks untuk bisa dijelaskan hanya dengan seleksi alam. Mereka mencontohkan organ mata manusia. Mata begitu kompleks; semua bagiannya harus berfungsi sempurna, dari kornea sampai retina, agar bisa bekerja dengan baik. Bagi mereka, sistem yang serumit ini lebih masuk akal kalau dianggap “dirancang,” daripada kebetulan muncul dan berkembang secara bertahap.

Intip Perbedaannya dengan Teori Darwin

Darwin punya pandangan yang berbeda soal asal-usul spesies. Menurutnya, spesies terbentuk melalui proses yang disebut seleksi alam. Singkatnya, makhluk hidup dengan variasi yang menguntungkan punya peluang lebih besar untuk bertahan hidup, berkembang biak, dan mewariskan sifat-sifatnya ke generasi berikut. Dengan proses bertahap selama jutaan tahun, variasi-variasi ini akhirnya menghasilkan spesies baru.

Sementara itu, Intelligent Design menolak ide bahwa semua makhluk hidup bisa muncul lewat proses bertahap seperti itu. Menurut mereka, kehidupan nggak mungkin terjadi hanya dari mutasi acak. Sistem-sistem kompleks ini, kata mereka, dirancang sejak awal oleh “kekuatan cerdas.” Kalau Darwin bicara soal perubahan yang alami dan tanpa tujuan, Intelligent Design justru berpegang pada adanya tujuan dan rancangan di balik kehidupan.

Pendukung dan Kritik terhadap Intelligent Design

Bagi para pendukungnya, Intelligent Design punya penjelasan yang lebih “masuk akal” buat menjawab kompleksitas kehidupan. Mereka juga merasa, ilmu pengetahuan nggak seharusnya menutup kemungkinan adanya perancang di balik semua ini. Apalagi, masih banyak hal yang sains modern pun belum bisa jawab secara tuntas.

Namun, banyak ilmuwan yang menganggap teori ini nggak punya dasar ilmiah yang kuat. Kritikusnya mengatakan bahwa Intelligent Design cuma cara halus buat menyisipkan konsep religius ke dalam dunia sains. Lagi pula, katanya, teori ini nggak bisa diuji secara empiris, sehingga nggak memenuhi syarat sebagai teori ilmiah. Di sisi lain, teori evolusi Darwin udah bertahan lebih dari 150 tahun, didukung oleh bukti-bukti dari fosil, genetika, sampai biologi molekuler.

Jadi, Mana yang Lebih Meyakinkan?

Perdebatan ini masih terus berlanjut, dan jawabannya mungkin berbeda-beda buat tiap orang. Terlepas dari pendapat kita, yang jelas perdebatan antara Intelligent Design dan teori evolusi menunjukkan bahwa semakin banyak orang yang tertarik menggali pertanyaan-pertanyaan besar soal asal-usul kita. Kalau kamu sendiri gimana, lebih condong ke teori Darwin atau Intelligent Design?

Kamu mungkin juga menyukai

3 Komentar

  1. Hidup ini pilihan. Kita dihadapkan dua fakta yang ada :
    1. Dokumentasi (baca:Kitab Suci)
    2. Penemuan Ilmiah

    Sebagian orang tentu akan melakukan resistensi terhadap teori yang menyebutkan bahwa hirarki kehidupan manusia diawali oleh sebuah spesies primata. Apalagi kelompok tsb. mempunyai latar belakang religius yang kuat, karena di dalam ‘dokumentasi suci’ tidak menyebutkan hal seperti itu.

    Lalu bagaimana dgn penemuan ilmiah yang semakin berkembang sekarang ini.

    ‘Rantai yang hilang’ sampai saat inipun belum ditemukan.

    Sehingga antara pengetahuan ilmiah dan ‘dokumentasi suci’ masih belum bisa diselaraskan.

    Saya sempat mengikuti tayangan ilmu pengetahuan di TV, disitu disebutkan bahwa ada beberapa kode genetik pada manusia juga terdapat pada hewan.
    Mungkin itu penyebabnya, kenapa tikus sering dijadikan bahan percobaan. 🙂

  2. Tulisan yang bagus sekali!!!
    Perlu disebarkan neh teroi intelligent design ini 🙂

    Btw, kasian banget yaa anak sekolah di negeri kita yang masih diajarin teori darwin, padahal teori itu udah lawas dan banyak dibantah baik secara ilmu diin maupun ilmu dunia. Apalagi ternyata sudah ada teori intelligent design ini yang menggusur teori darwin!!! Wah..kapan yaa..teori ini menggantikan teori darwin yang diajarkan di sekolah-sekolah negeri ini.

  3. Satu-satunya alasan mengapa komunitas Science menolak intelligent design adalah karena:
    “Tidak ada satupun percobaan ataupun argumen ilmiah (mengikuti metode ilmiah/scientific method) yang mendukung teori Intelligent design yang pernah dipublikasikan.”

    Contohnya saja, teori Gravitasi, teori relativitas umum, dan teori-teori terkenal dalam ilmu pengetahuan lainnya, itu semuanya didasarkan pada hasil percobaan, argumen, dan debat berkepanjangan dari para ilmuwan. Nah, biasanya semua itu dipublikasikan di jurnal-jurnal ilmiah yang notabane akan dibaca oleh ilmuwan lainnya, sehingga akan di peer review dan bisa diuji kebenarannya.

    Tidak seperti teori Intelligent design, tidak ada satupun jurnal ilmiah yang pernah diterbitkan oleh para pendukung ID ini. Alih-alih yang ada cuma publikasi buku bacaan yang berisi bantahan basi yang berulang-ulang dan kalimat-kalimat misleading serta tidak sesuai dengan metode ilmiah dan penuh logical fallacy. Contohnya : buku Harun Yahya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *