Baru saja dunia menyaksikan pemilihan presiden di salah satu negara adidaya, Amerika Serikat. Barack Hussein Obama terpilih sebagai presiden pertama Amerika yang memiliki keturunan Kenya dan pernah tinggal serta bersekolah di Indonesia. Sebagai orang Indonesia, apakah kita merasa bangga? Hmmm… mungkin ada sedikit rasa bangga, tapi tidak perlu terlalu berlebihan. Kecuali jika Obama memang asli orang Indonesia, mungkin reaksi kita akan berbeda, ya? 😄
Walaupun pernah menetap di Indonesia, itu tidak serta merta berarti hubungan antara Amerika dan Indonesia akan berubah drastis hanya karena terpilihnya Obama. Namun, siapa yang tahu? Mudah-mudahan ada dampak positifnya, kita lihat saja nanti.
Dalam setiap kampanye politik, sudah menjadi hal biasa jika para calon presiden atau pejabat tinggi berjanji di sana-sini. Mereka berlomba memberikan visi dan janji-janji kepada publik, berharap bisa menggaet suara. Tapi, ada satu hal yang cukup menarik dari kampanye yang dilakukan oleh Obama, yaitu komitmennya untuk menggunakan OpenOffice di kantor-kantor pemerintahan Amerika Serikat!
OpenOffice di Pemerintahan Amerika?
Ya, kamu tidak salah dengar. Salah satu janji Obama dalam kampanye adalah untuk mengganti Microsoft Office dengan OpenOffice, sebuah aplikasi perkantoran open source yang kini menjadi pesaing utama produk Microsoft. Bagi pemerintahan sebesar Amerika, ini adalah langkah yang sangat signifikan. Mengapa? Karena ini bukan sekadar perubahan software, tapi pernyataan dukungan terhadap open source—sebuah ekosistem teknologi yang menawarkan kebebasan dan efisiensi.
Dan yang lebih menarik lagi, ternyata tim kampanye Obama juga menggunakan Linux di komputer mereka! Dengan antarmuka Gnome sebagai window manager-nya, mereka menjalankan kampanye politik kelas dunia menggunakan sistem operasi open source. Ini bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal prinsip.
Apa Artinya Bagi Kita?
Jika seorang calon presiden dari negara sekaya Amerika saja berani mengandalkan Linux dan OpenOffice untuk kampanyenya, tentu ini menjadi contoh yang sangat inspiratif bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia. Bayangkan berapa banyak devisa negara yang bisa kita hemat jika kantor-kantor pemerintahan di Indonesia beralih ke open source! Berapa banyak uang rakyat yang dapat dialokasikan untuk keperluan lain, daripada dibelanjakan untuk lisensi software mahal?
Apalagi sekarang, di Indonesia, para caleg (calon legislatif) sedang gencar “promosi” untuk pemilu mendatang. Bagaimana jika di masa depan, para caleg di Indonesia juga mengikuti langkah Obama? Bukan hanya sekadar mengumbar janji, tapi juga menggandeng komunitas open source untuk mendorong perubahan nyata. Mungkin mereka bisa berinvestasi dalam kampanye kesadaran penggunaan produk open source, seperti membangun outlet promosi Linux di berbagai tempat. Ini akan memberikan dampak langsung yang positif, bukan hanya kampanye politik yang lewat begitu saja.
Tantangan: Etis atau Tidak?
Namun, tentu ada sisi etis yang perlu diperhatikan. Meskipun ide ini terdengar menarik, ada kekhawatiran bahwa komunitas open source bisa dimanfaatkan oleh para politisi hanya demi mendapatkan dukungan. Komunitas yang seharusnya bebas dari kepentingan politik bisa saja terseret dalam kampanye politik dan dijadikan underbow (alat politik) bagi sebuah partai atau calon. Tentu ini bukan hal yang kita inginkan. Di sinilah pentingnya menjaga keseimbangan dan independensi.
Kesimpulan
Obama telah memberikan contoh menarik tentang bagaimana teknologi open source bisa menjadi bagian penting dari strategi politik dan pemerintahan. Langkah ini tidak hanya menunjukkan dukungannya terhadap teknologi yang lebih bebas dan efisien, tetapi juga membawa pesan kuat bahwa open source dapat diterapkan di berbagai skala, bahkan dalam sistem pemerintahan negara adidaya.
Mungkin sudah waktunya Indonesia juga melihat ke arah ini. Dengan memanfaatkan open source, kita bisa menghemat banyak anggaran negara dan sekaligus mempromosikan penggunaan teknologi yang legal dan terjangkau. Siapa tahu, di masa depan, kita bisa melihat kampanye caleg atau pejabat Indonesia yang juga mengusung Linux dan OpenOffice sebagai bagian dari visi perubahan mereka.
Untuk informasi lebih lanjut, kamu bisa cek beberapa situs terkait:
Mari berharap bahwa ke depannya kita melihat lebih banyak pejabat yang mendukung open source, bukan hanya di Amerika, tapi juga di Indonesia!
6 Komentar
Salut. Tapi boro2, pemerintah RI udah teken MoU sama MIcrosoft, senilai 650 Milyar, untuk lisensi Windows di kantor – kantor pemerintahan. Aneh! Bukankah kalo untuk kantoran gak perlu macem2,kan buat ngetik2 aja.Itu kalo niat efisiensi.
Ibu saya pernah pegang proyek di instansinya, usulin Linux waktu itu, tapi malah diketawain.aku jadi kesal tuh sama bos ibu saya.Akhirnya meluncur tuh dana senilai 40 Milyar hanya untuk Software Windows XP!
Warnet yg aku miliki tahun ini udah putus kontrak sama MSRA Windows. Mau pake PcLinuxOs aja, bukan soal bagus apa tidaknya sih, tapi saya sakit hati sama Microsoft.Anggaran negara ini masa habis hanya untuk Microsoft saja? Saya masih punya harga diri sebagai bangsa Indonesia! Front marketing Microsoft, waktu aku mau akhiri MSRA, malah nawarin aku ,katanya klo diperpanjang, bisa dapat hadiah Printer HP senilai 400rb. Tapi bagiku, cukup bagimu Microsoft, kau beri aku 400rb bonus, tapi kau rampok bangsaku milyaran rupiah!
Sip boss, setuju banget atas usulnya, daripada devisa menguap untuk hal yang ngak jelas mending duitnya untuk komunitas linux aja 😀
@imran
wah semangatnya benar2 membara..
Semoga semakin banyak orang yang berpikiran seperti kita 😀
bukan karena kita merasa paling benar,bukan karena kita tidak suka membayar.., tapi karena kita berpikir dengan hati.. 🙂
waduh gak nyambung ya? 😀
Aneh ya dengan Pemerintah Indonesia? Ayo bikit petisi! desak pemerintah gunakan opensource! hentikan memperkaya microsoft ke microsoft yang seperlunya saja.
Hidup Gnome, 🙂 DE kesukaanku.
mmm, yang sekian miliard itu yakin semuanya masuk ke micro$oft. keknya ngga deh. kemungkinan yang menjadi permasalahan adalah begini. kalo menggunakan produk open source (baca: linux yang gratisan) maka peluang untuk mendapatkan sekian persen uang negara itu sangat kecil. (1 % dari 650 M udah berapa coba.)
mana mungkin sih ada kontrak senilai sekian m tapi ga ngasih persenan ke yang nge-gol kan kontrak. lagipula takutnya kan anggaran belanja departemen yang bersangkutan akan dipotong taun depan (karena taun yang ini belanja nya kecil).
ya kembali lagi…. itu lho itu…
yaaaa walaupun gitu emang bagus lah coba aja indonesia bisa ngeggunain produk open source mungkin untuk rakyat kecil BLT bisa di gedein dari pada untuk beli satu cd mahal jujur aku instal aja 2 OS windows xp bajakan ma linux ubuntu kenyataanya enak 2 aja make open souce moga aja ini di terapkan di indonesia linux is the best heheheheheheheeee mikocok bikin duit negara abis aja